Aksara Batak
. Pangolat
Aksara / huruf Batak atau
disebut ‘Surat Batak’ adalah huruf-huruf yang dipakai dalam naskah-naskah asli
suku Batak (Toba, Angkola/Mandailing, Simalungun, dan Karo). Kelompok bahasa
sub suku ini mempunyai kemiripan satu sama lain dan sebenarnya adalah cabang
dari suatu bahasa Batak tua (Proto Batak). Naskah asli itu sebagian besar
berupa pustaha (laklak), sebagian kecil lainnya dituliskan pada bambu dan
kertas
Induk Huruf
http://suratbatak.wordpress.com/kursus/
Sistem tradisi
penulisan didalam bahasa Batak Toba diduga telah ada sejak abad ke-13, dengan
aksara yang mungkin berasal dari aksara Jawa Kuna, melalui aksara Sumatera
Kuno.
Aksara ini
bersifat silabis artinya tanda untuk menggambarkan satu suku kata/silaba atau
silabis. Jumlah lambang/tanda itu sebanyak 19 buah huruf yang disebut juga
induk huruf dan ditambah 7 jenis anak huruf. Pada dasarnya huruf /ka/ tidak
pernah ditemukan dalam bahasa Batak Toba, misalnya orang Batak Toba pada
mulanya bila menyebutkan kopi adalah hopi, dan hoda (bukan kuda). Tetapi
sekarang ini orang Batak tidak lagi menyebutnya hopi melainkan kopi, itulah
perubahan pelafalan dalam bahasa Batak Toba.
Penjelasan :
- Untuk menuliskan semua kata-kata asli bahasa Batak. Sebenarnya hanyalah dipergunakan aksara-aksara yang telah diperkenalkan itu. Tetapi karena pengaruh bahasa asing maka terpaksalah dibuat aksara-aksara yang lain untuk melengkapi aksara yang sudah ada itu, yaitu : wa, ka , ya, nya dan ca.
- Karena menulis garis yang agak melengkung jauh lebih mudah dan merasa senang dari pada membuat garis lurus, maka bentuk aksara-aksara Batak “Surat Barak” itu menjadi melengkung.
- Cara menulis aksara Batak sama saja dengan menulis huruf latin, yaitu dari kiri ke kanan.
- Surat Batak tidak mempunyai tanda baca seperti koma, titik koma dan lain sebagainya. Yang ada hanya tanda untuk menyatakan sebuah kalimat berakhir dengan bentuk seperti [ ]
- Pada surat Batak tak ada huruf besar atau kecil, sebab aksara Batak itu bentuknya sama. Anak huruf, Hatadingan (-) “e”; dan hamisaran/paninggil (..-) “ng” berada pada induk huruf dan hamisaran/paninggil “ng” dapat melekat dengan anak huruf seperti haluaan (o), singkora (x).
- Hamisaran; Paninggil “ng” selalu melekat pada anak huruf, seperti haluaan (o), singkora(x).
Contoh
Anak Huruf
http://suratbatak.wordpress.com/kursus/
Anak huruf dalam
aksara Batak Toba terdiri atas 7 buah yang dipergunakan untuk mengubah bunyi
induk huruf, misalnya bunyi /i, u, o,e/ dan menambah bunyi /ng/ pada induk
huruf tersebut . Perhatikan anak huruf di bawah ini.
Pangolat atau dalam tulisen (aksara) Karo
dikenal dengan penengen (pemantik). Berfungsi untuk
mematikan(menghilangkan) bunyi “a” yang mengikuti ina ni surat. Sehingga “Ha” pada ina ni surat
menjadi “H” saja, “Ka” menjadi “K” saja, dan seterusnya, karena “a” yang
mengikuti huruf “Ha” telah dihilangkan oleh pangolat. Adapun tanda(karakter)
yang ditunjukkan untuk pangolat adalah “
Perhatikan contoh berikut
Mengubah bunyi
Dalam surat
Batak Toba (aksara Batak Toba) ada dikenal empat anak ni surat pengubah bunyi,
yakni:
Perhatikan contoh berikut
Penambah bunyi.
Perhatikan contoh berikut
Pengembangan
Akasara atau Tulisan Batak
Pada awalnya nenek moyang kita Siraja Batak mengukir aksara Batak untuk dapat
menulis bahasa Batak, bukan untuk dapat menulis bahasa-bahasa yang lain.
Barangkali pada waktu aksara Batak itu disingahon Siraja Batak, mereka tidak
teipikir bahwa masih ada bahasa-bahasa yang lain selain bahasa daerah Batak.
Akan tetapi setelah Siraja Batak marpinompari, mereka menyebar ke desa na
uwalu, barulah mereka tahu bahwa sebenarnya masih ada bahasa daerah selain
bahasa Batak. Hal ini terjadi setelah datangnya sibontar mata (bangsa asing),
kemudian menyusul dengan perang Batak dan perang Padri, barulah terbuka mata
para pendahulu kita bahwa sebetulnya masih banyak bahasa-bahasa yang mereka
temui di luar Tano Batak. Kemudian kita merdeka, maka semakin banyak pula
pergaulan orang Batak dalam rangka mencari upaya-upaya peningkatan taraf hidup.
Mereka bisa sekolah di negeri masing-masing bahkan bisa di luar Tano Batak dan
akhirnya bisa ke Batavia. Pengetahuan kita semakin terbuka sehingga selain
bahasa Indonesia masih banyak bahasa-bahasa daerah lain dibumi persada kita
ini. Kalau kita melihat bahasa daerah Sunda, Jawa, Bali dan lain-lain, aksara
Batak itu hanya bisa menulis bahasa Indonesia selain bahasa Batak. Aksara Batak
tidak bisa menulis bahasa Sunda, Jawa, Aceh, Bali dan sebagainya maupun
bahasa-bahasa asing seperti bahasa Inggris, Perancis, Jerman. Untuk
mengantisipasi perkembangan zaman, sesuai dengan amanat GBHN, maka tokoh-tokoh
masyarakat Batak melalui seminar pada tanggal 17 Juli 1988, telah mencoba
mengembangkan aksara Batak dari 19 induk huruf menjadi 29 induk huruf. Dengan
demikian, maka bahasa Indonesia akan dapat dituliskan dengan aksara Batak.
Surat Batak yang di sepakati 17 Juli 1988 dikembangkan oleh
masyarakat Batak Angkola-Sipirok-Padang
Lawas-Mandailing-Toba-Toba-Dairi-Simalungun dan Batak Karo.